Save Bali Now!


Rasanya tidak berlebihan bila mengatakan Bali adalah ujung tanduk pariwisata di Indonesia. Jauh sebelum pemerintah getol mengkampanyekan VISIT INDONESIA atau daerah lain mengkampanyekan daerahnya sebagai tujuan pariwisata, Bali sudah menarik lebih banyak wisatawan dari dalam maupun luar negeri. Keindahan alam, keunikan budaya bercampur dengan keramahtamahan khas Indonesia ada di Bali dan terus mengundang wisatawan untuk datang ke Pulau Dewata ini. Namun, bila ada orang yang pesimis dengan masa depan pariwisata Bali, apakah hal ini hanyalah sebuah sinisme tanpa alasan atau sebuah prediksi yang mmungkin menjadi kenyataan?




Salah satu keberuntangan yang saya miliki sampai saat ini adalah besar di tengah - tengah keluarga yang mencintai traveling. Hampir setiap tahun kami memiliki agenda untuk berwisata ke berbagai tempat di Indonesia, yang sudah sembilan belas tahun saya jelajahi ternyata belum ada setengahnya. Setelah tahun lalu kami berkesempatan mengunjungi Kota Seribu Sungai, yaitu Banjarmasin di Kalimantan Selatan, kami berkesempatan untuk mengunjungi Island of Gods untuk kedua kalinya. Mungkin mengunjungi Bali dua kali bukanlah hal yang aneh bagi banyak orang, namun kami memang biasanya tidak mengunjungi tempat yang sama dua kali (kecuali Bandung dan Jakarta tentu).  Dikarena beberapa alasan, kami kembali mengunjungi Pulau Bali.

Setelah hampir lima tahun tidak mengunjungi Bali, banyak sekali perubahan yang membuat saya cukup tercengang, terutama dengan adanya proyek ambisius pembangunan Bandara Ngurah Rai dan pembuatan underpass di Denpasar. Memang tahun 2012 - 2013 ini banyak acara penting yang telah dan akan dilaksanakan di Bali, salah satunya adalah Ajang Miss World 2013 yang akan dilaksanakan di Garuda Wisnu Kencana sehingga maklum kalau Bali terus berbenah. Kali ini kami mencoba untuk 'minggir' sedikit dan memilih tempat yang sepi, agak jauh dari hingar bingar Kuta. Kami menginap selama tiga hari di Sanur, dan sepanjang jalan saya mencoba mengingat - ingat, apakah memori saya yang rusak atau Bali memang sudah sama sekali berubah, tidak ada satupun yang bisa kami ingat mengenai Bali kecuali tentu saja Kuta yang hampir tidak berubah.

Memang tidak berlebihan kalau kita mengatakan Bali adalah pusat pariwisata di Indonesia. Dan Bali menarik lebih banyak wisatawan mancanegara dibandingkan daerah lain di Indonesia, dan hal ini sudah terjadi jauh sebelum pemerintah menggembar - gemborkan pariwisata Indonesia. Peringkat pertama wisman di Bali masih tetap diduduki oleh Australia, dan untuk urutan selanjutnya terjadi banyak perubahan. Sampai urutan keenam, Bali dikunjungi oleh wisman dari RRC, Jepang, Malaysia, Taiwan dan Korea Selatan. RRC dan Malaysia adalah nama baru dalam pariwisata Bali, sementara Jepang terus menurun karena adanya resesi ekonomi. Urutan selanjutnya diduduki oleh Perancis, UK, AS, Jerman, dan Rusia. Wisman dari Amerika Serikat terus berdatangan setelah Obama berkunjung ke sana dan kepercayaan mereka telah kembali pada Bali setelah sebelumnya Bom Bali I dan II membuat warga AS yang selalu paranoid dengan teroris enggan berkunjung ke Bali.

Kita tidak bisa memungkiri bahwa lebih banyak orang yang tahu Bali daripada Indonesia. Banyak yang mengira Bali adalah sebuah negara, bukan salah satu dari Pulau dan Provinsi di Indonesia. memang banyak faktor yang membuat Bali dicintai oleh wisatawan. Keindahan alamnya yang berupa pantai dengan pasir putih, laut yang biru, hingga pedesaan, pegunungan dan terasering. Lalu keunikan budayanya. Budaya menjadi daya tarik di Bali, dan para wisman memang menyukai hal - hal seperti ini yang mereka anggap eksotik, dari mulai upacara kelahiran hingga kematian, banyak wisman yang menyempatkan diri untuk melihat acara ini. keramahtamahan adalah faktor yang sangat penting, dan keramahtamahan juga merupakan bakat hampir semua orang Indonesia. Indonesia dijuluki sebagai The Smiling Country dan Greeting Country (sumber)  karena memang orang Indonesia senang tersenyum dan menyapa pada siapapun, kenal atau tidak kenal. Murah, tentu saja itu yang sangat disenangi banyak wisatawan. Meski bagi wisatawan lokal sendiri berwisata ke Bali masih luxurious, bagi banyak wisman Bali adalah surga karena harga - harga yang murah dan Rupiah memang memiliki nilai yang kecil dibandingkan beberapa mata uang lain. Sebenarnya, wisatawan dalam negeri pun tidak perlu takut untuk berlibur ke Bali, karena ongkos mulai dari transportasi, penginapan, hingga oleh - oleh di Bali bisa dibilang lebih murah dibandingkan di tempat lain di Indonesia, meski karena daerah wisata, memang kita ahrus tetap hati - hati apalagi ketika mengunjungi tempat rekreasi. Kadang kala, ada guide yang entah darimana datangnya tiba - tiba mendampingi dan meminta bayaran yang cukup mengejutkan, jadi kehati - hatian tetap harus dijaga. Terakhir, dibandingkan daerah lain di Indonesia, Bali lebih foreign tourist friendly, beberapa hal yang biasanya tabu di wilayah lain di Indonesia bisa dilakukan di sini. Mungkin hanya di Bali (dan Lombok) kita bisa menemukan orang - orang berkeliaran di jalan setengah telanjang baik sadar ataupun mabuk. Bayangkan kalau hal tersebut terjadi di daerah lain di Indonesia, sebaik - baiknya yang akan terjadi adalah dipandang dengan alis terangkat.

Sejujurnya, yang membuat kunjungan saya lebih menarik kali ini menurut saya adalah berkat supir sekaligus guide kami. Mungkin beliau adalah guide paling bawel yang pernah kami temui. Tapi meski banyak bicara, pembicaraan yang beliau lakukan bukanlan pembicaraan ngalor ngidul yang tidak ada manfaatnya, namun justru saya merasa banyak hal yang perlu diperhatikan. Memang ada kesan hiperbola dan subyektifitas dalam kata - kata beliau, namun terlepas dari hal tersebut, banyak yang harus direnungkan, terutama mengenai masa depan Bali. Bahkan, beliau dengan pesimis mengatakan Bali akan ditinggalkan wisatawan dalam waktu sepuluh tahun karena yang semula menjadi pesona Bali mulai luntur, dan wisatawan mulai 'lari' ke Thailand, Malaysia, dan Singapura. Dan Orang - Orang Indonesia sendiri merasa lebih bangga ketika bisa berwisata ke Singapura daripada ke Bali.

Dari pesona alamnya contohnya. Sama seperti di daerah - daerah lainnya di Indonesia yang memiliki pesona alam, Bali pun tidak lepas dari pembangunan tempat - tempat penginapan yang dibangun oleh mereka yang mengambil keuntungan dari keindahan alam Bali. Semula, pembangunan memang dikonsentrasikan di daerah yang ramai turis, Kuta, Sanur, Ubud, Kintamani, dll. Kini, ketika kami mengunjungi kawasan Karangasem yang notabene masih berupa desa dan masih sejuk karena ditumbuhi pepohonan yang rindang kini mulai merasakan pembangunan, beberapa kali kami melihat alat - alat berat mengobrak - abrik tanah Karangasem yang sebentar lagi akan menjadi vila. menurut guide  kami, harga per are tanah di Bali sudah naik dengan signifikan, harganya mencapai miliaran Rupiah. Kebanyakan yang membangun memang orang - orang Jakarta, dan sejujurnya menurut saya beliau seperti agak menyindir kami meski beliau tahu kami bukan orang Jakarta, setidaknya kami masih tetangga Orang Jakarta. Tapi saya tidka bisa menyalahkan beliau, apalagi Karangasem adalah tempat beliau dibesarkan.

Ketika kami mengunjungi Desa Tenganan, tempat tinggal dari Orang - Orang Bali Aga (Orang Bali Pra-Majapahit), seorang warga  bercerita mengenai keadaan tempat tersebut sekarang. Sebagian masyarakat masih menggantungkan hidupnya dari pertanian, namun jarang yang memiliki tanah sendiri, mereka kebanyakan memiliki tanah sendiri. Dan ironisnya, beras yang mereka tanam adalah  beras yang hampir tidak mampu mereka beli. Dulu, sebelum ada campur tangan pemerintah, menurut warga yang menceritakan pada kami, Orang Bali Aga mampu makan Beras Bali, kini tidak karena beras tersebut sangat mahal. Beliau berkata, sekarang beras hanya bisa masuk ke mulut orang - orang kaya, mereka yang menanam, orang lain yang menikmati.

Dua sumber ini telah memberikan saya pencerahan, bahwa warga Bali mulai khawatir dengan tanah mereka. Bali sudah dikuasai orang - orang dari luar Bali, tidak terkecuali orang asing, dan ini telah menggusur Orang - Orang Bali. Kita lihat saja contoh yang paling gampang,  berapa persen hotel lokal yang ada di Bali? Hampir semua hotel besar di Bali merupakan jaringan hotel internasional, bahkan hotel - hotel kecil pun sekarang sudah milik asing, belum lagi vila - vila. Delapan puluh persen investasi pariwisata Bali dikuasai asing (sumber). dan yang paling menusuk bagi Orang - Orang Bali adalah, para pendatang inilah yang justru tamak dan merusak.

Tidak hanya dalam masalah akomodasi, kehadiran beberapa pusat oleh - oleh di Bali kini menggusur keberadaan pedagang oleh - oleh kecil yang ada di Kuta dan Sukawati, serta daerah lain di Bali. Bagi yang pernah melancong ke Bali pasti tahu ada pusat oleh - oleh besar yang menjadi tujuan para wisatawan, terutama lokal karena harganya yang murah tanpa perlu menawar. Pusat oleh - oleh yang diresmikan tahun 2010 juga menjadi salah satu hal yang dikeluhkan oleh guide kami, karena beliau merasa sebagai orang desa, beliau tahu bagaimana perasaan orang - orang kecil yang menggantunkan hidupnya dengan berjualan souvenir. Kini mata pencaharian mereka semakin dipersulit sebab adanya pusat oleh - oleh tersebut.

Guide kami selalu mengatakan "saya tidak menyalahkan Bali (atau kadang - kadang beliau menyebut Indonesia), tapi orang - orangnya yang salah.". Beliau selalu mengeluhkan sikap serakah yang tumbuh di hati orang  - orang. Beliau memberi contoh sikap polisi di Bali yang memalukan. Sebelumnya kami diberitahu bahwa polisi lalu lintas di Bali memiliki motor - motor mewah seperti Kawasaki dan CBR, bisa juga memegang smart phone canggih hingga tiga buah. Kemewahan ini dibeli dari uang hasil menilang. Sasaran mereka adalah para turis asing yang mengendarai motor. Biasanya, melihat turis bermotor, polisi akan menilang dan memeriksa kelengkapan surat - surat dan anehnya, selalu ada cara bagi mereka unutk mendenda. Turis mancanegara tentu takut kalau harus berurusan dengan hukum di negara orang, jadi ada baiknya mereka membayar denda yang tidak tanggung - tanggung, bisa Rp 500.000 sekali tilang. Bagi wisatawan yang cerdik, mereka akan berpura - pura mengambil foto dengan para polisi dan mencatat nama mereka untuk kemudian diumumkan di internet atau dilaporkan.

"Tapi polisinya sudah tidak tahu malu." Begitu kata guide kami. "Ada teman saya yang polisi tapi jujur. Kalau minta tebusan besar tidak sesuai dengan kata hatinya. Tapi kalau tidak begitu akan dicemooh rekannya. Makanya kalau menilang pasti diam - diam dilepaskan. Kadang ada ibu - ibu yang gugup langsung bayar denda, beliau pasti akan kembalikan uang itu. Padahal ini sangat memalukan Bali, saya tahu orang - orang bule dan Jepang itu pasti akan ngomong di internet." Kami hanya bisa geleng - geleng karena berita ini memang baru bagi kami. Selama ini Bali terkenal karena polisinya yang bersih, tapi karena tamak, lama - lama praktek seperti ini makin banyak terjadi (Bacaan lebih lanjut). Tidak hanya polisi, birokrasi di Bali pun menurut guide kami sangat menyulitkan. Beliau bercerita baru bisa mengurus birokrasi setelah 3 bulan menikah, itupun karena ada bantuan dari temannya yang pejabat tinggi (beliau memang punya banyak teman dari berbagai kalangan karena hobinya bercakap - cakap).

Malam sebelum kami melanjutkan perjalanan, saya menyempatkan diri untuk membuka situs www.tripadvisor.com untuk mendapatkan informasi mengenai tempat wisata di Bali. Rata - rata, review yang ditulis para wisman mengeluhkan pemeliharaan tempat wisata di Bali, terutama di museum - museum yang tidak terawat. Memang bagi banyak turis apalagi lokal, jarang terpikirkan untuk melakukan wisata museum bukanlah ide populer, namun karena keluarga saya tahu saya penggemar museum, maka kami mengunjungi beberapa museum dan satu desa adat dari dua yang kami rencanakan. Dan review mengenai museum di Bali kurang menyenangkan, kebanyakan mengatakan betapa menyedihkannya keadaan museum - museum tersebut, dan yang mendapat keprihatinan paling besar adalah La Mayeur Museum yang lukisannya menguning dan sangat tidak.
Ungkapan keprihatinan seorang pengunjung museum

Saya awalnya memaksa untuk mengunjungi Trunyan, tempat pemakaman unik yang mayatnya tidak dikuburkan namun digeletakan di atas tanah saja. Namun guide kami mengatakan hal tersbeut tidak direkomendasikan. Selain karena menyewa boat yang mahal, ada kalanya kami akan diberhentikan di tengah jalan dan dimintai uang lebih. Jadi kami hanya bisa mendatangi Tenganan, dan rencana ke Penglipuran pun harus ditunda karena terlalu sore.

Di akhir perjalanan kami, ketika kami menuju Ngurah Rai, kami membicarakan proyek pembangunan bandara. guide kami mengatakan dalam upaya pembangunan bandara tersebut, hutan mangrove dibabat dan untuk menghindari hujan yang akan menghambat pembangunan, langit dilaser untuk memecah awan hujan, karenanya cuaca panasnya berbeda. Beliau mengatakan, orang - orang seperti itu tidak ada rasa hormatnya pada alam, dan suatu saat mereka akan kena batunya sendiri. Tidak hanya mereka, tapi juga seluruh warga Bali.

"Itu lahan ada yang punya. Dua tahun lagi juga hancur. Itu penunggunya pasti marah kalau berisik suara mobil." Beliau berkata sambil menunjuk pada jalan yang baru dibangun.

pembangunan jalan yang melewati mangrove Bali
Kata - kata tersebut memang bernada mistis, dan sesuai dengan kepercayaan beliau, setiap wilayah, setiap tumbuhan, tanah, bau, dan benda apapun yang ada di Bumi memiliki penunggunya masing - masing yang akan marah karena wilayahnya dihancurkan. Terlepas dari apakah kita percaya atau tidak, bila dipikir secara rasional, memang mungkin saja hal itu terjadi. Bukan karena yang 'punya' marah, tetapi karena pembangunan tersebut mengorbankan alam, termasuk hutan bakau yang sangat besar nilainya bagi wilayah di dekat laut. Selain mencegah abrasi, mangrove juga berfungsi untuk menangkal tsunami sehingga mengurangi kerusakan ketika sampai bersentuhan dengan manusia. Mungkin saja pada saatnya alam mengamuk, maka kegagahan bangunan manusia akan hancur bersamaan dengan murkanya. Tidak hanya mereka yang mengorbankan daerah pantai dna lautan, tapi juga dataran tinggi dan gunung. Dengan dialihfungsikannya lahan di sana, maka daerah penyerapan air pun akan hilang sehingga rawan banjir.

"memangnya pemimpin adat tidak marah tanahnya dibangun begini?" tanya ibu saya.

"Ya marahlah, Bu. Tapi kan ada lakban. Dulu lakbannya hitam. Sekarang merah."

Lakban merah yang dimaksud adalah uang 100 ribuan yang digunakan untuk menyogok dan mempermudah proyek.

"Sering saya ditanya ada tanah murah oleh orang - orang Jakarta. Tapi saya tidak berani jawab karena kalau saya dapat uang, anak saya makan saya bisa dipenjara kalau bermasalah." Ungkap beliau sebelum kami mengakhiri perjalanan.

Tulisan ini tidak saya buat semata - mata untuk mendiskreditkan Bali, namun untuk menggerakan hati pembaca untuk prihatin pada kondisi Bali. Meski angka wisman konon meningkat, namun banyak juga yang meninggalkan Bali. Kini Bali mulai tidak lagi dinaggap sebagai sebagai daerah wisata eksklusif yang eksotik, tempat para selebriti dunia melakukan kegiatan pribadinya, dari istirahat hingga menikah. Bali dianggap sebagai tempat wisata alternatif yang dikunjungi wisman kelas menengah, bahkan Seminyak dan Kuta dianggap memiliki pantai terburuk di dunia. Survey di Sydney Morning Herald menunjukan 56% responden sudah tidak mau mengunjungi Bali lagi.
Polling Sudney Morning Herald



Bali harus diselamatkan! Karena memang Bali lah ujung tombak pariwisata Indonesia, kecuali ada tempat lain di Indonesia yang siap menggantikan Bali. Bukannya tempat lain di Indonesia kalah bagus, namun butuh lebih dari sekedar indah untuk menjadikan sebuah tempat sebagai tempat wisata yang membuat para turis feels at home, dan Bali menjadi satu dari sedikit tempat yang bisa menawarkan hal tersebut dengan Batam dan Lombok di tempat selanjutnya.

Relakah Anda melihat Bali ditinggalkan karena pesonanya yang mati?



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Save Bali Now!"

Post a Comment