Kontrasepsi dan Eksploitasi Anak
Di Indonesia ada istilah ‘banyak anak, banyak rejeki’,
sehingga ketika menggunakan alat kontrasepsi maka orang tersbeut dianggap
‘menolak rezeki dari Tuhan’. Hingga tahun 2011, diperkirakan sudah 60% Pasangan
Usia subur (PUS) yang menggunakan kontrasepsi, namun menurut BKKBN, angka ini
belum cukup dan dikhawatirkan akan memicu ledakan penduduk dan di tahun 2011,
BKKBN memperkirakan penduduk Indonesia bisa mencapai 300 juta jiwa bila tidak
ada peningkatan pengguna kontrasepsi.
Anggapan banyak anak, banyak rejeki dikhawatirkan akan
menjadikan eksploitasi anak semakin marak. Sebuah studi kasus di Uganda memperlihatkan
bahwa dengan tingginya angka kelahiran, maka angka pekerja di bawah umur pun
semakin tinggi. Sebesar 24% perempuan usia 15-19 tahun di Uganda sudah menjadi
ibu dan setiap ibu umumnya akan memiliki 6.2 anak, dan 2 juta dari 11.5 juta
anak adalah pekerja di bawah umur. Kasus yang sama juga terjadi di Indonesia.
Tingginya angka kelahiran dikhawatirkan akan memicu skploitasi anak, apabila
kalau mengacu pada banyak anak, banyak rejeki. Di Indonesia sendiri 3,4 juta
anak usia 10-17 tahun bekerja dan tidak mendapatkan haknya dari total 37 juta
anak 10-17 tahun yang ada, atau sekitar 8,99% (Sakernas, 2011). Meski
kontrasepsi sudah gencar dipromosikan melalui program KB (Keuarga Berencana)
sejak Zaman Orde Baru, masih banyak yang ragu untuk menggunakan kontrasepsi.
Biasanya, mereka yang tidak mau menggunakan kontrasepsi adaah karena dosa atau
dilarang oleh agama.
Di zaman sekarang, biaya yang harus dikeluarkan untuk
memiliki anak tidaklah sedikit. Satu keluarga di Indonesia dengan empat anggota
keluarga rata – rata membutuhkan Rp.5.000.000,- selama sebulan untuk hidup
berkecukupan. Kalau setiap orang memiliki kebutuhan yang sama, berarti satu
orang membutuhkan Rp. 1.250.000,-, dan apabila keluarga tersebut memiliki anak
lagi, setiap anak akan menambah beban Rp. 1.250.000,- lagi. Sebagian keluarga
yang penghasilannya lebih dari Rp. 5.000.000,- mungkin tidak masalah membiayai
anak – anak mereka, yang menjadi masalah adalah mereka yang hidup di bawah
garis kemiskinan dan memiliki banyak anak.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga maka anak –
anak terpaksa dijadikan tenaga kerja. Anak – anak yang bekerja bisa bekerja
untuk memnuhi hidup keluarganya atau memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Rata
– rata pekerja anak mendapatkan penghasilan Rp. 600.000,- perbulan dengan
pendapatan laki – laki lebih tinggi dari perempuan.
Selain mendorong adanya pekerja di bawah umur, banyak
anak pada keluarga miskin juga didorong untuk menikah dini. Pernikahan di bawah
umur, terutama untuk keluarga yang
memiliki anak perempuan memiliki fungsi ekonomi. Ketika menikahkan seorang anak
perempuan dengan pria yang sudah mapan, maka diharapkan keluarga baru tersebut
dapat membiayai keluarganya yang kekurangan. Perkawinan muda juga merupakan
eksploitasi pada kebebasan reproduksi perempuan. Memiliki anak pada usia muda
dapat mengganggu kesehatan reproduksi bahkan menyebabkan kematian ibu dan anak.
Kontrasepsi seharusnya tidak dilarang. Dengan adanya
pelarangan kontrasepsi maka ledakan penduduk sudah pasti terjadi. Boleh atau
tidaknya kontrasepsi dan aborsi dalam beberapa agama besar terus mengundang
perdebatan. Agama Katolik dengan tegas kontra terhadap kontrasepsi dan aborsi.
Di Agama Islam, apakah kontrasepsi dan aborsi boleh atau tidak masih mengundang
banyak perdebatan. Dalam artikel di jurnal Islamic
Perspective, dituliskan bahwa beberapa metode kontrasepsi diperbolehkan dan
aborsi diperbolehkan dalam keadaan darurat dan bila janin belum berumur 120
hari karena pada bulan keempat, Umat Islam percaya bayi diberi ruh sehingga
mengaborsi bayi yang sudah berumur empat bulan sama dengan pembunuhan makhluk
hidup.
Karena itu, dengan memasyarakatkan penggunaan alat
kontrasepsi, maka akan mengurangi dampak ledakan penduduk pada eksploitasi
anak. Pengaturan kelahiran bisa disesuaikan dengan keadaan ekonomi pasangan,
usia pasangan, dan juga kesanggupan pasangan untuk mengurus anak secara fisik
dan mental.
Sumber:
Direktorat Kependudukan, P.
P. (2010). Evaluasi Pelayanan KB Bagi Masyarakat Miskin. Jakarta:
Direktorat Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak.
Dr. Mohammed Ali Albar, D.
M. (1989). An Islamic View on Contraception and Abortion. ISLAMIC
PERSPECTIVE, 79-82.
Kementrian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak dan Badan Pusat Statistik. (2013). Profil
Anak Indonesia 2012. Jakarta: Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak.
0 Response to "Kontrasepsi dan Eksploitasi Anak"
Post a Comment