Cantik dan Budaya: Waktu

Faut souffrir pour ĂȘtre belle (Seseorang harus menderita demi menjadi cantik).






Kutipan tersebut pertama kali saya dengar di sebuah film berjudul Tuck's Everlasting, ketika sang tokoh wanita, Winnie, sedang dipakaikan korset yang sangat ketat dan Winnie mengeluh kesakitan. Sang Ibu yang merupakan sosok wanita yang konservatif pun mengatakan kalimat dalam Bahasa Perancis tersebut yang kemudian dijawab oleh Winnie 'French sucks'.





Siapa yang tidak ingin menjadi cantik, tampan, atau enak dilihat? Semua orang pasti memiliki keinginan tersebut. Yang membuat berbeda hanyalah sejauh mana usaha manusia untuk menjadi cantik atau tampan. Ada yang sangat ambisius untuk mendapatkan kecantikan yang tahan lama dan sempurna hingga berapapun dan apapun resikonya bukan masalah. Ada juga yang santai - santai saja, tidak begitu peduli dengan penampilannya, apa adanya sudah cukup.


Siapa sebenarnya yang menentukan standar kecantikan itu? Tidak ada yang tahu. Tapi satu hal yang pasti kecantikan adalah produk budaya dan merupakan salah satu dari tujuh unsur budaya, yaitu seni dan estetika. Kok bisa yah kecantikan jadi salah satu unsur budaya?


Ya, memang bisa. Karena disadari atau tidak, standar cantik tidak sama, bahkan sangat berbeda.


Perhatikan foto di bawah ini:


Unknown, Venus (22.000 SM)


Unknown, Diana of Versailles (2nd Century)


Unknown, Roman Woman (163)
Titia, Woman with Mirror (1515)
Rembrandt, The Bathing Woman (1654)
Victorian Style (1844)
Mata Hari (1900's)
Marilyn Monroe (1950's)
Miss Universe (2012)




Gambar - gambar di atas merupakan gambar dari wanita - wanita cantik yang dibagi berdasarkan waktu. Namun satu hal yang perlu diingat, bahwa wanita - wanita ini tidak mewakili standar kecantikan bagi semua wanita di seluruh dunia. Pada dasarnya, mereka hanya dianggap 'umum' karena dominasi Warga kulit putih sejak zaman dahulu pada medialah yang membuat mereka dianggap menjadi contoh kecantikan.

Yang paling mencolok dari gambar - gambar wanita di atas adalah bentuk tubuh mereka. Patung Venus dari 22.000 SM merupakan gambaran manusia pra sejarah dari dewi kecantikan dan kesuburan, Venus. Terlihat bagaimana patung tersebut menggambarkan wanita gemuk dengan payudara dan bokong yang besar. Di masa selanjutnya, patung Diana yang digambarkan sebagai wanita tomboy. Meski alasan mengapa Diana digambarkan demikian adalah karena ia seorang dewi perburuan, Wanita Zaman Yunani Kuno memang lebih 'tomboy' dengan rambut yang diikat dan ikat kepala serta toga yang tidak beda dengan dandanan laki - laki, sementara tubuh mereka cenderung besar dan tinggi. Zaman Renaissance terkenal karena wanita - wanitanya yang bertubuh gemuk, sementara mulai memasuki masa Romantis hingga Victoria akhir, wanita terobsesi dengan bentuk pinggang yang kecil hingga berbagai inovasi korset bermunculan demi memuaskan keinginan para wanita ini meski harus dibayar dengan tulang rusuk yang patah (ouch...). 

Memasuki abad 20, Coco Chanel, seorang desainer, memulai inovasi pakaian wanita yang lebih ringan dan tanpa korset. Mata Hari, seorang mata - mata yang juga penari dan pelacur dianggap sebagai wanita yang memiliki kecantikan luar biasa. Hal ini tidak lain karena darah Indonesia yang mengalir di tubuhnya, ibunya masih keturunan Indonesia sehingga ada ciri eksotisme yang membuatnya istimewa. 

Marilyn Monroe memulai sebuah tren dimana rambut pirang dianggap cantik. Bagi wanita modern, tubuhnya dianggap tubuh ideal yang sempurna, berbentuk jam pasir dengan pinggang kecil dan pinggul bulat. Meski begitu, wanita modern lebih memilih tubuh yang kecil, atletik, dan kencang seperti tubuh Sang Miss Universe. 

Banyak teori mengenai mengapa standar kecantikan semakin menuntut para wanita untuk menjadi semakin kurus, bahkan, semula standar cantik seperti Marilyn Monroe adalah mereka yang memakai ukuran 8 (standar Eropa). Sekarang, ukuran 2 pun disebut 'gemuk' karena para model sudah mencapai ukuran 0 - 00 sekarang!

Size 8
Size 0


Mana yang menjadi pilihan Anda? 

Meski di Indonesia memang jarang menemukan size 0, namun bukan berarti hal tersebut tidak akan masuk ke Indonesia melihat semakin tingginya obsesi wanita Indonesia untuk menjadi cantik. Tentu saja, obsesi yang seperti ini sangat berbahaya karena mendorong terjadinya eating disorder seperti bulimia, penyakit yang banyak meghantui mereka yang ingin kurus.

Tidak ada yang tahu pasti siapa yang membuat standarisasi seperti ini, namun media massa sering disalahkan dalam pembentukan image wanita cantik ini. Hampir setiap hari para wanita modern yang hidupnya tidak bisa lepas dari pergaulan, TV, internet, majalah melihat para model dan selebritis yang digembar - gemborkan sebagai cantik. Belum lagi, acara - acara TV atau rubrik di majalah yang kemudian menilai penampilan selebriti, apa mereka terlihat gemuk, terlihat kusam, terlihat jelek. Pelan - pelan, artikel, rubrik, acara TV ini mempengaruhi para wanita dan mulai membandingkan dirinya dengan para selebriti dan komentar mereka yang dianggap paling mengerti mode, kemudian merasa diri mereka kurang sempurna.

Kesalahan terbesar media yang tidak diperhatikan oleh wanita yang keburu terobsesi dengan cantik ala selebriti adalah kebiasaan melebih - lebihkan. Para pekerja di media massa selalu berusaha mencari berita - berita baru mengenai kehidupan para selebriti, dan apapun bagi mereka bisa menjadi berita termasuk membanding - bandingkan berat badan para seleb antara dulu dan sekarang. Meski mungkin berat badan mereka tidak bertambah atau karena cara berpakaian yang salah hingga terlihat lebih gemuk, media akan menganggap ini sebagai sebuah berita besar dan menggembar - gemborkan betapa jeleknya mereka karena bertambah gemuk padahal berat badan mereka sudah di bawah ideal. 



Bagi sebagian wanita, bertambahnya berat badan adalah mimpi buruk, dan wanita cenderung lebih perasa daripada pria. Karenanya, hati - hati ketika meledek fisik wanita, apalagi membandingkannya dengan wanita lain. Hal ini akan menimbulkan rasa kompetitif dan rasa kurang puas pada apa yang dimilikinya. Masih ingat kasus Lindsay Lohan, Nicole Richie, dan Samantha Ronson yang berlomba - lomba menurunkan berat badannya? Meski sudah mencapai berat badan yang di bawah ideal, mereka belum puas dengan pencapaian ini hingga Lohan berkali - kali jatuh pingsan karena hidup hanya dengan memakan salad dan air putih.

Mengapa wanita selalu menjadi subyek dari segala problem mode? Banyak alasan yang mendukung hal ini dan akan dijelaskan di artikel selanjutnya.

To be continued....

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Cantik dan Budaya: Waktu"

Post a Comment